DIKTAT KEMATHLA'UL ANWARAN
DI SUSUL OLEH RIZAL ROHMATULLAH, SE.,MM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Kondisi
Umum Masyarakat Banten
Masyarakat
wilayah Banten sebelum datangnya agama Islam adalah Daerah Kadipaten di bawah
Kerajaan Padjajaran yang berpusat di Bogor. Kerajaan Padjajaran adalah sebuah
kerajaan hindu di Jawa Barat sebagai kelanjutan kerajaan Hindu sebelumnya, yang
disebut kerajaan Tarumanagara, kerajaan ini didirikan oleh Purnawarman kurang
lebih abad kelima Masehi. Masyarakat Banten sendiri pada waktu tidak banyak
diketahui menganut agama apa, karena tidak ditemukan adanya bekas tempat
peribadatan/pemujaan.
Wilayah
ini dipimpin oleh seorang adipati yang bernama Pucuk Umun dengan dibantu oleh
dua punggawa senopati yang bernama Mas Jong dan Agus Ju. Ketika Banten
ditaklukan oleh Sultan Maulana Hasanuddin putra Sultan Maulana Syarif
Hidayatullah sultan Cirebon. Setelah takluknya Pucuk Umum lari ke sebelah
selatan dan Mas Jong serta Agus Ju menyerahkan diri kepada Sultan Maulana
Hasanudin dan kemudian memeluk agama Islam. Sebagai muallaf, mereka
diperlakukan dengan baik oleh Sultan Maulana Hasanudin, mereka diajari ilmu
Islam hingga menjadi mubaligh. Masing-masing diberi gelar kehormatan sebagai
Ratubagus Ju dan Kimas Jong serta mendapat kedudukan penting dalam pemerintahan
Kesultanan Islam di Banten.
Sejak
dihancurkannya Kesultanan Banten pada tahun 1813 H oleh Gubernur Jenderal
Deandeles, praktis Banten dinyatakan daerah jajahan Belanda. Kekuatan Belanda
memaksa perubahan, dan sejak itu seluruh daerah di Banten mengalami guncangan.
Sebab ketika penetrasi kolonial secara intensif menyentuh kehidupan sehari-hari
rakyat melalui pajak yang berat, pengerahan tenaga buruh yang berlebihan, dan
peraturan yang menindas, serta tekanan militer yang represif.
Kolonialisme
sebagai bentuk penguasaan wilayah memiliki sistem administrasi yang sistematis
dengan mengatur segala kewenangan organisasi sosial dan politik di kawasan
kolonial sesuai dengan keperluan negara jajahan. Sistem itu bertentangan dengan
apa yang diharapkan dalam bentuk harmoni sosial.
Lebih
dari itu kehadiran kolonialisme Belanda bukan hanya menghancurkan tata niaga
masyarakat pribumi, sistem ekonomi dan politik tradisional, tetapi juga
menghancurkan sistem idiologi negara sebagai pemersatu bangsa, sehingga
kesatuan rakyat di negara jajahan bercerai berai, yang juga mengakibatkan
terjadinya konflik dan peperangan antar golongan serta politik adu domba yang
dilancarkan Belanda menyebabkan terjadinya perselisihan politik antar elite.
Setelah
runtuhnya Kesultanan Banten dan kekacauan politik serta diikuti kemerosotan
ekonomi, sebagian para kyai/guru atau
penduduk dengan ramai-ramai ‘uzlah
meninggalkan keramaian kota kesultanan Banten
dan masuk ke pedalaman, akhirnya mereka membuka lembaran baru dengan
cara bertani sambil mengajarkan ilmu agama Islam secara mandiri, dan disinilah
pendidikan agama Islam dikembangkan dengan fasilitas yang seadanya dan dengan
orientasi anti kolonialisme.
Ketika
tata kehidupan tradisional yang membentuk harmoni sosial masyarakat mengalami
penghancuran, sebagian dari elite agama membentuk fron perlawanan terhadap
penjajahan belanda tanpa henti. Guru agama/kyai tidak hanya mengambil jarak
dengan pemerintah kolonial, tapi juga menjadikan kegiatan-kegiatan sosial
keagamaan itu dinyatakan sebagai jalan jihad melawan kolonialisme Belanda.
Mereka memilih menjadi buronan yang selalu diawasi dan dikejar-kejar oleh
pemerintah. Karena itu sering terjadi pemberontakan dan perlawanan walau banyak
diantara para tokoh dan pimpinan agama Islam di Banten yang tertangkap dan
kemudian dibuang ke negeri orang.
B.
Kondisi
Pendidikan Masyarakat Banten
Di
bawah kekuasaan Belanda rakyat Banten bukan bertambah baik malah semakin
melarat dan terbelakang. Kondisi ini hampir dialami oleh seluruh rakyat di
seluruh nusantara. Guna mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Belanda memberlakukan
politik etis. Program politik etis yang di jalankan oleh pemerintah Belanda
diantaranya membuat irigasi dengan tujuan untuk mendukung pertanian rakyat dan
menyelenggarakan sekolah bagi bumiputra. Ternyata program tersebut gagal
memberikan manfaat bagi penduduk desa. Hal ini terjadi karena yang bisa
menikmati sekolah itu hanya sebagian kecil rakyat saja terutama orang-orang
yang berada di kota dan siap menjadi calon ambtenar (pegawai Belanda).
Sedangkan
pada waktu itu di kalangan rakyat kebanyakan tidak terjangkau oleh sisitem
pendidikan ini, disamping jumlah yang sangat sedikit (hanya di kota-kota
kewadanaan saja yang disediakan sekolah), juga syarat untuk dapat belajang
sangat berat, dan cenderung sengaja dipersulit dengan berbagai macam alasan-alasan.
Tujuan
Belanda menyelenggarakan sekolah ini, seperti dikatakan di atas adalah untuk
menyiapkan calon pekerja ambtenar yang jumlahnya tidak banyak. Sebagian besar
rakyat bumi putera hanya dibutuhkan sebagai pekerja kasar yang tidak memerlukan
pengetahuan yang tinggi, yang penting asal bertenaga kuat.
Pendidikan
islam pada waktu itu yang masih ada ialah pondok pesantren yang diselenggarakan
oleh para kyai secara individual dan tradisional. Pendidikan ini penuh dengan
segala keterbatasan, baik dalam hal sarana, dana, maupun manajemennya, ditambah
pula dengan kondisi yang tidak aman dari berbagai pengawasan oleh pemerintah
Belanda. Pihak penjajah beranggapan bahwa kharisma keagamaan yang tersimpan
dalam jiwa para kyai itu masih mengundang semangat anti kafir/penjajah, yang
bila ada peluang pasti meletuskan api pemberontakan terhadap pemerintah
penjajah.
Keadaan
tersebut menggelisahkan masyarakat dan mematikan semangat umat dan pada
gilirannya akan menghilangkan ajaran islam yang telah ditanamkan oleh para
pejuang terdahulu. Oleh karenanya orang-orang yang baru saja pulang menunaikan
ibadah haji atau mukim di Mekkah yang lama menimba agama Islam, sudah tentu
merupakan sesuatu yang sangat menarik perhatian bagi masyarakat Banten.
C.
Proses
Berdirinya Mathla’ul Anwar
Di
tengah hiruk pikuknya dan galaunya kemungkaran di dalam masyarakat yang dilanda
kemiskinan, kebodohan dan kejumudan yang diselimuti pula oleh kabut kegelapan
dan kebingungan (poek mongkleng) muncullah seberkas sinar harapan yang di
diharapkan akan membawa perubahan di hari kemudian.
Tersebutkan
K.H. Entol Moh. Yasin yang baru
kembali dari menghadiri rapat yang diselenggarakan di Bogor oleh para ulaman
yang tujuannya mendambakan kehidupan umat yang lebih baik. Gerakan ini
dipelopori oleh H. Samanhudi dalam
rangka mendirikan Syarikat Dagang Islam
(SDI) pada tahun 1908 M. Beliau mendatangi rekan-rekan ulama yang ada di
sekitar Menes, antara lain K.H.Tb. Moh.
Sholeh dari Kampung Kananga dan beberapa orang kyai lainnya. Tujuan
pertemuan tersebut adalah untuk bermusyawarah dan bertukar pikiran yang
akhirnya melahirkan kata sepakat untuk membentuk suatu majelis pengajian yang
diasuh bersama. Pengajian ini juga dijadikan lembaga muzakarah dan musyawarah
dalam menanggulangi dan memerangi situasi gelap itu ialah dengan harapan muncul seberkas sinar, yang kemudian
menjadi nama MATHLA’UL ANWAR (bahasa
Arab yang artinya tempat lahirnya cahaya).
Militansi
K.H. Entol Moh. Yasin dari Kaduhawuk
Menes ini tak pernah memudar dalam keinginan untuk memajukan umat melalui
pendidikan, beliau menghendaki kemajuan umat hanya mungkin melalui pendidikan.
Bukankah Nabi Muhammad SAW bersabda : “barang
siapa yang menginginkan dunia haruslah dengan ilmu, barang siapa menginginkan
akhirat haruslah dengan ilmunya, dan barang siapa yang keduanya haruslah dengan
ilmu” dan hadits yang lain : “ilmu
itu adalah cahaya”.
Beranjak
dari sinilah akhirnya melahirkan sebuah kata sepakat untuk mendirikan sebuah
lembaga pendidikan Islam yang dikelola dan diasuh secara jama’ah dengan
mengkordinasikan berbagai disiplin ilmu terutama ilmu Islam yang dianggap
merupakan kebutuhan yang mendesak.
Perjuangan
mengangkat dan membangkitkan umat
dari lembah kegelapan dan kemiskinan yang menimbulkan keterbelakangan, tidak
cukup sekedar dengan mengadakan pengajian bagi generasi tua saja. Untuk itu
dituntut langkah lebih lanjut lagi, yaitu lahirnya generasi berikutnya yang
justru merupakan sasaran utama yang diharapkan mampu mengubah situasi (min al zhulumati ila al nur).
BAB
II
LAHIRNYA
MATHLA’UL ANWAR
A.
Berdirinya
Mathla’ul Anwar
Guna
mencari pemecahan masalah tersebut, para kyai mengadakan musyawarah di bawah
pimpinan K.H. Entol Moh. Yasin dan K.H.Tb. Moh. Sholeh serta para ulama yang
ada di sekitar Menes bertempat di Kampung Kananga. Akhirnya, setelah
mendapatkan masukan dari para peserta musyawarah, adanya kata sepakat untuk Mukarramah.
Ia tengah menimba ilmu Islam di tempat asal kelahiran agama Islam kepada
seorang guru besar yang juga berasar dari Banten yaitu Syekh Moh. Nawawi al
Bantani.
Ulama
besar ini diakui oleh seluruh dunia Islam tentang kebesarannya sebagai seorang
fakih, dengan karya-karya tulisnya dalam berbagai cabang ilmu Islam. Siapakah
pemuda itu? Dialah K.H. Mas
Abdurrahman bin K.H. Mas Jamal, yang
lahir pada tahun 1875 di Kampung Janaka, Kecamatan Jiput, Kawedanaan Caringin,
Kabupaten Pandeglang, Karesidenan Banten.
K.H.
Mas Abdurrahman bin K.H. Mas Jamal kembali dari tanah sudi sekitar tahun 1910
M. Dengan kehadiran seorang pemuda yang penuh semangat untuk berjuang
mengadakan pembaharuan semangat Islam bersama kyai-kyai sepuh, dapatlah
diharapkan untuk membawa umat Islam keluar dari alam gelap gulita ke jalan
hidup yang terang benderang, sesuai dengan ayat al-Qur’an “yukhriju hum min al dzulumati ila al nur”.
Pada
tanggal 10 bulan Ramadhan 1334 H, bersamaan dengan tanggal, 10 Juli 1916 M,
para kyai mengadakan suatu musyawarah untuk membuka sebuah perguruan Islam
dalam bentuk madrasah yang akan dimulai kegiatan belajar mengajarnya pada
tanggal 10 Syawwal 1334 H / 9 Agustus 1916 M. Sebagai Mudir atau Direktur
adalah K.H. Mas Abdurrahman dan Presiden Bistirnya K.H. Entol Moh. Yasin, serta
dibantu oleh sejumlah kyai dan tokoh masyarakat di sekitar Menes.
Selengkapnya
para pendiri Mathla’ul Anwar :
1. K.H.Tb.
Moh. Sholeh
2. K.H.
Entol Moh. Yasin
3. K.H.
Mas Abdurrahman
4. Kyai
Tegal
5. K.H.
Abdul Mu’ti
6. K.H.
Soleman Cibinglu
7. K.H.
Daud
8. K.H.
Rusydi
9. E.
Danawi
10. K.H.
Mustaghfiri
Adapun
tujuan didirikannya Mathla’ul Anwar ini adalah agar ajaran Islam menjadi dasar
kehidupan bagi individu dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
disepakati untuk menghimpun tenaga-tenaga pengajar agama Islam, mendirikan
madrasah, memelihara pondok pesantren dan menyelenggarakan tabligh ke berbagai
penjuru tanah air.
B.
Program
Pendidikan Mathla’ul Anwar
Kegiatan
belajar pertama kalinya untuk sementara diselenggarakan di rumah seorang
dermawan di Kota Menes, beliau merelakan tempat tinggalnya digunakan untuk
tempat belajar bagi umat. Tokoh ini adalah K.H.
Mustaghfiri.
Selanjutnya
setelah mendapatkan sebidang tanah yang di wakafkan oleh Ki Demang Entol
Djasudi, yang terletak di tepi jalan raya dibangunlah sebuah gedung madrasah
dengan cara gotong royong oleh seluruh masyarakat Islam Menes. Sampai kini
gedung tersebut masih berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan Madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Gedung tersebut tidak lain ialah pusat
perguruan Islam Mathla’ul Anwar yang terletak di Cimanying, Menes, Pandeglang.
Mengenai
program pendidikan diselenggarakan program 9 (sembilan) tahun, yaitu mulai dari
kelas A, B, I, II, III, IV, V, VI, dan VII pada waktu itu belum ada pemisahan
tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Disamping pendidikan dengan sistem klasikal
dalam bentuk madrasah, sebagai langkah modernisasi juga dibuka lembaga
pendidikan dengan sistem pesantren, model ini tetap dihidupsuburkan, bahkan dikorelasikan
dengan sistem sekolah.
Santriwan
dan santriwati yang telah menyelesaikan masa pendidikan selama 9 tahun, yaitu
tamat kelas VII, dikirim ke berbagai tempat/daerah untuk menda’wahkan ajaran
Islam dalam bentuk baru, yaitu mendirikan Madrasah Mathla’ul Anwar cabang
Menes, dengan diantar oleh Pengurus Perguruan Mathla’ul Anwar Menes. Mereka
diberi bisluit atau surat tugas mengajar dari Presiden of Bestur Mathla’ul Anwar dengan semangat iman dan
keyakinan terhadap janji Allah SWT, yang berbunyi : “in tashuru Allah yanshuru kum (artinya : jika dengkau menolong
agama Allah, pasti Allah akan menolong mu). Maka tidaklah mengherankan jika
pada tahun 1922-an sampai dengan 1930-an, di Lampung, Lebak, Serang (kepuh),
Bogor, Tangerang, Karawang, dan tempat-tempat lain sudah berdiri Madrasah
Mathla’ul Anwar Cabang Menes, pada waktu itu penyelenggaraan Madrasah cabang
hanya diijinkan sampai dengan kelas IV (empat), sedangkan untuk kelas V, VI dan
VII harus belajar di Menes.
Pada
tahun 1929 didirikan Madrasah Putri Mathla’ul
Anwar dengan tiga tokoh yang menjadi pimpinannya yaitu :
1. Nyi
H. Jenab
2. Nyi
Kulsum
3. Nyi
Aisyah
Disamping
kegiatan belajar mengajar di madrasah dan pesantren juga setiap hari Kamis
setiap pekan seluruh guru diwajibkan mengikuti pengajian yang diselenggarakan
di Masjid Soreang, Menes. Disana K.H. Mas Abdurrohman menetap dan sekaligus
sebagai pengajian pusat. Adapun tujuan dari pengajian tersebut adalah dalam
rangka memperluas dan memperdalam ilmu Islam, dengan cara itulah kyai-kyai
pimpinan Mathla’ul Anwar dapat berfikir dan berwawasan luas, tidak mengurung
diri dalam satu pendapat seorang ulama saja.
Untuk
membangun dan memelihara madrasah Mathla’ul Anwar, diusahakan dengan cara gotong
royong baik tenaga manusia maupun dananya. Untuk itu dihimpun shodaqoh jariyah,
wakaf dan jimpitan (beras remeh), yang diselenggarakan oleh jama’ah Majlis
Ta’lim ibu-ibu. Caranya, setiap kali hendak memasak nasi diambil satu sendok
makan dari beras yang akan dimasak dan ditampung dalam termpat tersendiri.
Selanjutnya,
beras dihimpun oleh petugas yang biasanya terdiri dari seorang janda miskin
dengan mendapat imbalan sepuluh persen dari hasil pungutannya. Para janda
miskin ini kemudian menyetor kepada para kader yang mengikuti pengajian pada
setiap hari Kamis dan menyerahkan lagi kepada Koordinator Pusat Mathla’ul
Anwar. Usaha yang tidak terasa namun nyata ini, akhirnya mampu menghimpun suatu
kekuatan yang tidak kecil. Diantara sekian tanda bukti yang tidak bisa
dilupakan ialah adanya beberapa bidang tanah yang dibeli dari hasil pungutan
beras jimpitan (beras remeh) dan
hingga kini tempat itu dinamakan “kebon remeh”, milik Mathla’ul Anwar.
C.
Lahirnya
Statuten Mathla’ul Anwar
Peristiwa
pemberontakan rakyat terhadap pemerintahan Belanda pada tahun 1926 di Menes dan
Labuan, tanpa disadari oleh para tokoh dan pimpinannya, telah membuat Mathla’ul
Anwar bertambah besar dan meluas. Pemberontakan yang oleh belanda disebut
sebagai pemberontakan komunis menyebabkan para tokoh dan pimpinan Mathla’ul
Anwar selalu dicurigari dan diawasi oleh aparat pemerintahan, terutama pihak
polisi rahasia kolonial Belanda sering disebut P.I.D. hal ini terjadi karena
pemberontakan terdapat tokoh dan orang-orang Mathla’ul Anwar, meskipun mereka
tidak dalam kapasitasnnya sebagai tokoh dan warga Mathla’ul Anwar tetapi dalam
kedudukannya sebagai anggota Serikat Islam? Sebagian dari mereka bahkan ada
pula yang dibuang ke Boven Degul, Tanah Merah, Irian antara lain : K. Abdulhadi
Bangko, Khusen Cisaat dan lain-lain.
Dengan
adanya pengawasan dan kecurigaan yang amat ketat di Pandeglang, khususnya di
Menes dan Labuan, aktivitas para pimpinan Mathla’ul Anwar di daerah tersebut
menjadi berkurang dan terpaksa harus berhati-hati sekali. Para kyai dan para
ulama Mathla’ul Anwar kemudian bergerak menyebar luaskan Mathla’ul Anwar ke
luar daerah, mengirimkan kader-kader di luar Pandeglang. Kader yang diutus
diantaranya ke Kabupaten Lebak, Serang, Tangerang, Bogor, Karawang dan di
Kresidenan Lampung.
Pada
tahun 1936 jumlah madrasah Mathla’ul Anwar sudah mencapai 40 buah yang tersebar
di tujuh daerah tersebut di atas. Pada waktu itu perhatian terhadap Mathla’ul
Anwar tidak lagi terbatas pada masyarakat awam dan kaum santri tetapi dari
kalangan kaum pelajar (intelektual) pun mulai ikut berpartisipasi aktif. Karena
itu dan sesuai pula perkembangan Mathla’ul Anwar, maka timbullah
gagasan-gagasan untuk meningkatkan kualitas perkembangan organisasinya, baik
yang bersifat teknis maupun administratif organisasi dan keanggotaannya.
BAB
III
KHITHAH
MATHLA’UL ANWAR
A.
Pengertian
Khithah
Yang
dimaksud dengan Khithah Mathla’ul Anwar adalah garis-garis yang dijadikan
landasan oleh Organisasi Mathla’ul Anwar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai Ormas Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial.
Adapun garis-garis pokok (khithah) Mathla’ul Anwar sebagai berikut :
1. Al-Qur’an
sebagai sumber utama dan pertama dalam menggali kebenaran iman dan ilmu
pengetahuan.
2. As-Sunnah
dan Rosulullah SAW, sebagai pedoman operasional dalam kehidupan beragama Islam.
3. Ijma’
Shohabat merupakan rujukan pertama dalam memahami isi kandungan al-Qur’an dan
As-Sunnah.
4. Ijtihad
merupakan upaya yang sangat penting dalam menanggapi perkembangan sosial budaya
yang selalu berkembang di kalangan umat dan masyarakat.
5. Mathla’ul
Anwar bersikap tasamuh terhadap semua pendapat para ulama mujtahidin.
Untuk
makdus tersebut di atas maka dibuatlah Khithah Mathla’ul Anwar sebagai pedoman
warga Mathla’ul Anwar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
B.
Tugas
dan Fungsi Organisasi Mathla’ul Anwar
1. Bidang
Pendidikan
Mencetak
generasi muslim yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai kholifah Allah di
muka bumi untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya dalam rangka ibadah
kepada Allah SWT. Karenanya Mathla’ul Anwar mendidik putra putrinya dengan :
a. Menanamkan
dan memantapkan aqidah Islamiyah yang benar
b. Membiasakan
ibadah-ibadah yang disyariatkan
c. Membekali
pengetahuan keislaman serta berbagai disiplin ilmuu dan skill yang berguna
sesuai dengan tuntunan zaman
d. Menanamkan
kesadaran agar dapat hidup mandiri membangun lingkungan dan masyarakat serta
membentengi diri dan lingkungannya darii pengaruh-pengaruh budaya negatif (yang
bertentangan denggan ajaran Islam)
2. Bidang
Dakwah
Mathla’ul
Anwar sebagai Ormas Islam menjalankan tugasnya dalam bidang dakwah yaitu
melaksanakan “amar ma’ruf nahi munkar” dengan memperhatikan kondisi dan sasaran
yang akan dicapai sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri.
3. Bidang
Sosial
Mathla’ul
Anwar sebagai Ormas Islam bergerak dalam bidang sosial dengan berbagai usaha
dan cara yang islami agar masyarakat terhindar dari kebodohan, kemiskinan dan
keterbelakangan.
C.
Landasan
Operasional Organisasi Mathla’ul Anwar
1. Dalam
Bidang Pendidikan
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya
:
Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan (QS : Almujadalah : 11)
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya :
Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya (QS : Attaubat : 122)
2. Dalam
Bidang Dakwah
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya
:
Dan
hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, mereka adalah
orang-orang yang beruntung. (QS : Ali Imran : 104)
3. Dalam
Bidang Sosial
a. Taat
kepada para pemimpin yang beriman setelah taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya
:
Hai
orang – orang yang beriman taatilah Allah dan Rasul-Nya dan ulul amri diantara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikan
kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasulnya (Assunnah) jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih
baik akibatnya. (QS : An-Nisa : 59)
b. Bersatu
dan berpegang teguh kepada wahyu Allah.
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
Artinya :
Dan
perpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai (QS : Ali Imran : 103).
c. Tidak
hidup bergolong-golong dan memulah-milah dinul Islam.
فَرِحُونَ تَكُونُواْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ - مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعاً كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ وَلاَ
Artinya :
Janganlah
kamu menjadi orang-orang musyrikin, yaitu orang-orang yang memecah belah agama
mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga
dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS
: Ar-Rum : 31-32)
d. Tolong
menolong dalam kebajikan dan takwa.
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ
Artinya :
Dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS
: Al-Maidah : 2)
e. Usaha
bertahkim dengan syari’at Islam
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya :
Maka
demi tuhanmu mereka (pada hakekat) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim dalam perkara yang mereka perselisihan kemudian mereka tidak merasa
keberatan dalam hari mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka
menerima dengan sepenuhnya. (QS : An-Nisa : 65).
f. Mengikuti
ahli sunnah wal jama’ah dalam aqidah (usuluddin), syariah, siasah
(pemerintahan) dan ibadah (fiqh).
g. Memperhatikan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi Mathla’ul Anwar.
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil
‘alamin, segala puji hanya milik Allah SWT. Dialah yang telah menganugrahkan
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh manusia dan rahmat bagi seluruh alam.
Dialah yang maha mengetahui makna dan maksud kandungan Al-Qur’an. Shalawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Utusan manusia pilihan-Nya.
Saya panjatkan do’a
syukur kehadapan Allah SWT atas berkatnya yang dilimpahkan kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan Diktat Sejarah dan Khithah Mathla’ul Anwar
ini sebagaimana mestinya.
Tujuan penulisan
diktat ini adalah untuk membantu mahasiswa yang mendalami tentang sejarah
Mathla’ul Anwar. Diktat ini bukan dimaksudkan sebagai satu-satunya pegangan
yang harus dipergunakan dalam mempelajari tentang Mathla’ul Anwar.
Saya menyadari bahwa
Diktat ini masih banyak kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan
saran untuk kebaikan diktat ini, saya terima dengan senang hatu.
Penyusun
DAFTAR
PUSTAKA
1. Drs.
H. E. Syibli Sarjaya, LML, MM, Jihaduddin. Dirosah
Islamiyah I/Sejarah dan Khithah Mathla’ul Anwar. UNMA Press tahun 2003.
2. Al-Qur’anul dan terjemahnya.
Departemen Agama RI.
3. Hasil
Keputusan Majlis Fatwa MA tanggal, 05 Desember 1985.
4. M.
Mahnun. K.H. Mas Abdurrohman Penemu
Nama Mathla’ul Anwar. Makalah tahun 2010.
5. Wawancara
dengan nara sumber Hj. Eulis Khodijah (menantu dari K.H. Mas Abdurrohman) tahun
2007.
yes i know, and I,m have teacher Mathlaul Anwar (MA)
ReplyDeleteMakasih atas informasinya sangat membantu Kaka terima kasih
ReplyDeleteJTA Casino | India | JT Hub
ReplyDeleteJTA is 김포 출장샵 one of the most popular gambling sites in India. JTG 서울특별 출장안마 is a famous online betting and gaming website. They 경산 출장마사지 are located in Shropshire and are 상주 출장마사지 operated 충주 출장마사지